Selama ini seharusnya hatimu marah membara. Kala seluruh jiwa, raga, dan perhatianmu kau bagi bagi antara keharusan berlari mencari rezeki serta menanam ketangguhan dalam dada putra putrimu serta menjaga cinta istrimu. Namun kau memilih untuk diam dalam aliran keringat keringat itu.
Selama ini seharusnya kau kehabisan sabarmu. Kala seluruh waktumu kau habiskan untuk berlari mencari pekerjaan apapun yang bisa menghasilkan sedikit uang demi melebihkan uang jajanku serta mengurus anak anak yang tak kunjung mengukir senyuman di hatimu. Namun kau memilih untuk tetap tersenyum dalam perih perih hati itu.
Sedang aku jarang menanyakan kabar harianmu. Bahkan nyaris tak pernah memuji jutaan upayamu untuk membiayai kehidupanku.
Sedang aku jarang tersenyum di depan wajahmu untuk melegakan lukamu. Bahkan nyaris tak pernah mengelus punggungmu saat kau letih dalam memikirkan kesulitan hidup dan masa depanku.
Sedangkan setelah sembilan belas tahun aku sendiri bahkan tak pernah bertanya kepadamu
Apakah aku seharum yang kau cita citakan dulu ?
Apakah aku sesempurna yang kau harapkan dulu ?
Apakah engkau sering mengeluh tentangku ?
Apakah engkau pernah menyesaliku ?
Dan andai bisa ku mengulang dan perbaiki segala yang terjadi
Sudah ribuan langkah kakiku namun belum ada yang sanggup menjadi sandaran bahu juangmu.
Sedang air matamu makin banyak, sedang punggungmu semakin berat
Ah Ayah...
Aku selalu merindukanmu dalam segenap alfa hadirmu disisiku
Aku selalu mencintaimu dalam segenap lukaku atas dirimu
Aku selalu menyayangimu...
tanpa celah !