18 Des 2011

cukup. sekian. terima kasih,

seharusnya saya memang tidak pernah berharap.
apalagi berharap lebih. terlebih lagi berharap lebih pada orang itu.
memang dia yang harus memilih jalan hidupnya, dan dia sudah memilih.

entah ini karma atau apa, tapi saya mungkin lebih senang menyebutnya "warna" dalam hidup.
karena saya pernah mempermainkan perasaan orang lain, dan parahnya dia orang baik. terkadang tipisnya iman membentuk sebuah paradigma bahwa someday saya akan jadi victim untuk kisah yang serupa. ah Allah Maha Tahu kisah yang terbaik dan episode yang saya butuh.

sudah hampir dua tahun lalu di dinding rumah, untuk seorang tokoh masa lalu saya pernah menulis "deeply, i didnt find any reason to ever love you. not your maturity nor your imaan (before). at least, you have never showed it to me." kisah ini berakhir, pilu. saya akui saya pelakunya. tapi insha Allah ini lillaah.
sedang setahun berikutnya, dengan hati yang sudah "naik kelas", untuk tokoh yang lain, saya pernah menarik sebuah garis yang tak (belum) berujung. garis yang dibuat seraya menyebut sebuah nama yang menarik hati karena imannya yang tersembunyi, yang bahkan jemari tak berani untuk mengguratkan namanya. hanya sebuah garis gelombang berujung bulat
entah garis harapan, atau garis doa, atau angan ?

entahlah. yang jelas sebulan lalu aku sudah ganti dinding.