telapak tangan yang acapkali diletakkan di atas pipiku kala aku berbaring
jemari halus yang sering mencubit hidung mungilku saat aku tertawa
genggaman yang beberapa kali memukulku saat suara tangisku menaungi rumah
tangan itu... tangan yang tersayang
bahu luas yang sering memaksaku untuk merebah manja
bahu hangat yang mampu meluruhkan luka kehidupan
bahu nyaman yang mampu menyerap aliran tangis
bahu nomor satu itu... bahu yang tersayang
pemiliknya itu,
yang meyakinkan bahwa setelah bersamanya aku pasti kuat menghadapi dunia
dengan senyuman, kasih sayang, dan keikhlasan
pemiliknya itu, umiku,
yang tersayang !