9 Mar 2012

tamparan

maghrib tadi ibu bertanya mengapa aku menangis
aku jawab "aku baru saja bermimpi bu... aku menatap hal yang indah dari sebuah balkon,
kemudian terjatuh. dan... sedikit sakit.."
aku dan ibu menerawang langit. langit-langit kamar.

bu, di dalam mimpi aku bermain peran
aku berusaha berperan sesempurna mungkin
dengan bangga memilih lakon puteri kerajaan
gaun terindah, senyum terbaik, hati termulia,
ah peran yang sempurna !

tapi bu, sejenak saja berbalik badan
gaun terindah itu ternyata dikutuk semua orang
senyum terbaik itu ternyata dibenci setiap mata
hati termulia itu ternyata dituduh semua hati
bu...


ibu tersenyum, matanya menampilkan kepingan kaca-kaca.
aku menangkap kata-kata tajam yang berlompatan dari kepingan kaca itu. mengumpulkannya. dan menyusunnya di kamarku sesaat setelah ibu tertidur.


"de, sesungguhnya ketika menapak menuju langit, semakin tinggi kau mendaki memang pasti akan semakin menakutkan kan ? wajar sayang, memang begitu... semua ini akan berakhir di tanganmu. apakah pilihanmu adalah puncak langit yang mati-matian kau rindu, atau dasar laut biru yang memanjakan pilu. keduanya sama sulit. semakin tinggi mendaki, akan semakin lelah akan semakin terjal. tetapi menjatuhkan diri juga sulit, sudah mah jatuh dengan ketakutan, rasa sakitnya pun sulit hilang ketika bangkit lagi. kamu dilahirkan untuk menjadi tangguh, de... pilihlah jalanmu dengan bijak..."
***