27 Mei 2014

apa adanya, sepenuhnya

suamiku, aku menuliskan beberapa baris hatiku ini ketika pada suatu malam kau begitu tampak menyebalkan. malam itu, dengan jutaan rasa kesal dihatiku kau kemudian tidur dengan nyenyaknya. seakan perasaanku bukan lagi sesuatu yang penting untukmu.

kemudian aku mengambil sehelai scarf lalu keluar dari jendela dan duduk di atap depan kamar kita, seperti yg seringkali kita lakukan setiap kita merindukan orang tua kita masing-masing. di bawah tatapan gemintang, aku berusaha menyadari setiap kesalahan yang mengisi sela-sela kehidupan kita. aku terus menerus memutar reminder di kepalaku bahwa memang tidak setiap karakter bisa 'dibaca' dan diterima begitu saja. ada kalanya kepingan puzzle dari sifatmu membawa ego yang begitu besar dan menyesakkan ketika kau memaksakan untuk mengisi kotak perjalanan kehidupan kita, sedangkan aku sudah tidak mungkin mengurangi batas toleransi dihatiku. ah ketika saat itu terjadi, aku selalu berkata bahwa aku begitu kekanak-kanakan karena sulit menerimamu, dan lalu kau selalu bilang bahwa kamu minta maaf sudah sedemikian egoisnya padaku, dan kemudian ketika itu terjadi kita selalu bisa saling memaafkan satu sama lain dan kembali saling menerima.

women are from venus and men are from mars

malam ini aku berusaha mati-matian menyangkal kalimat itu. tetapi sepertinya itulah yang nyata di hadapan meja kita hari ini: kita berbeda.

tidak semua yang kamu katakan, terdengar seperti ingin kau katakan. bahkan terkadang terlalu sedikit dari yang sesungguhnya ingin kau katakan. apakah menurutmu semua manusia venus dibekali kemampuan membaca gesture dan selalu bisa mengetahui isi hati dibalik kalimat manusia lainnya?

tapi sudahlah, aku mungkin memang masih terlalu kanak-kanak untuk mengerti masalahmu yang seringkali kau sembunyikan. meski bisa jadi ada benarnya bahwa aku akan baru bisa mengerti semua itu nanti, ketika usia menuakanku disisimu.

kemudian aku mendengar jendela kamar kita berderik.
ternyata itu kamu, dan sehelai selimut yang kau bawa untuk melindungiku dari terkaman angin kota jakarta yang seringkali meruntuhkan daya tahan tubuhku. kamu mengalahkan kantukmu, yang entah sesungguhnya lelah atau hanya lelah mendengarkanku, hanya demi duduk disisiku, menyelimutiku dari ketakutan perjalanan kita.

maafkan aku, atas segala ketidakmengertian aku tentang masalah yang bersemayam dibalik ekspresi murung dan diam yg tak pernah kau bicarakan. atas segala kesulitan aku untuk menerima sikapmu yang mungkin memang benar-benar tidak mengerti apa yang manusia venus rasakan.

terima kasih sayang,
atas segala kesediaan untuk selalu menerima,
meski aku sedemikian keras kepalanya...

***
dan pada akhirnya, hikayat cinta memang selalu penuh pemaksaan.
kau mungkin tidak tahu mengapa hatimu menjatuhkan pilihan pada seseorang yang sesungguhnya alpa dari kriteria. tapi hatimu memaksa untuk menerima. dan kemudian pada akhirnya menerima untuk menerima apa adanya..
sebagaimana adanya dia, untukmu.

#bukanedisijatuhcinta