25 Des 2012

inilah sesungguhnya aku

1433H

aku menyaksikan diriku bersimpuh sebelum tidur. entah sudah keberapa kalinya aku menyaksikan wajah menyedihkan itu tergugu dan membisikkan doa yang sama...
"ya Allah, aku takut, jika aku terus berada disini aku semakin jauh dari perangai Muhammad, aku makin jauh dari kedamaian hati, dari tepatnya zhuhur, dari menjaga kesehatan dengan makan tepat waktu, dan aku akan semakin tidak aman dari telinga-mata-dan dosa-dosaku"
sebenarnya aku tidak sedang mengeluh apa yang aku saksikan, karena yang sedang berjalan mungkin memang sudah sejak keberangkatannya begitu. sedang aku? aku ini pendatang baru yang sesungguhnya seharusnya bisa mengendalikan seperti apa keberadaanku disini. aku yang sesungguhnya berperangai seperti yang kubenci. aku memenuhi setiap selongsong di hati dengan dugaan-dugaan buruk yang jauh dari syukur dan dari hal-hal yang dicontohkan Muhammad..

inilah yang sesungguhnya membawaku pada keputusan terberat dari sebuah perjuangan untuk bertahan: aku berhenti. sama seperti analogi pemberhentian lampu merah yang sudah aku dengung-dengungkan, aku berjalan pada alasan yang sama. memilih untuk berhenti, pergi dengan kendaraan lain menuju perhentian lain, dengan membawa pelajaran-pelajaran baru untuk dihapalkan.

tegas. aku sudah masuk ke dalam sifat baru untuk dijelajahi. aku harus belajar tegas pada diriku sendiri. untuk tidak mengurangi, apalagi mengambil hak orang lain. semakin aku merasa tak berdaya, aku semakin merasa Allah ada. maka aku harus berlaku tulus dengan selalu menggenggam niat baik. karena bukankah orang baik rezekinya pasti baik?

tentang hak orang lain, bukankah perlakuan adil kita, sikap menebar kebaikan, dan senyuman kita adalah juga bagiannya? hak orang lain kan?