29 Agu 2011

lalu Kau dengar jalan hidupku bersenandung







hanya warna warna meneduhkan, di atas bukit bukit hijau dengan taburan tulip merah muda yang menari di kaki dan biru langit yang menaungi. ah disinikah tanah yang dicintai ?






di atas meja seikat mawar putih basah oleh bisikan hujan, tanda cinta, kata seorang florist di toko bernuansa italia. entah sudah ikat ke berapa kali ini. dindingku sudah penuh ratusan bunga bunga. lagi lagi aku tahu pasti dari siapa bunga tanpa nama itu. dan lagi lagi pengantarnya membuaiku harum oleh aroma lembut kasturi.



tiba tiba aku teringat masa lalu
aku sering kali terpeleset pada kakiku sendiri di jalanku sendiri. garis garis rumit pada tanganku menopang menggenggam  tanah. menambah satu persatu goresan lagi. kemudian Kau selalu mengetuk buku kesayanganku itu. maksudnya mungkin mengingatkan aku untuk berdiri. untuk kembali. dan aku tergiring kembali tertunduk dalam linang linang buaian kitab cintaMu

jam dinding, gemintang, malam, kibaran kain putih, langkah kaki shubuh, penantian penuh ikhlas, keteduhan hati, bisikan dzikir, lantunan air mata, dan banyak nyanyian cinta dari dan untukMu sungguh...... memahat kenangan ! ini sungguh negeri yang membuat para perantau selalu ingin pulang

dengarlah para pengabdi masjid yang bersenandung: "akhirnya aku tidak hanya sendiri bertemankan malam" ah indah.

tiba tiba aku teringat masa lalu
aku sering berkata garis tanganku sudah terlalu rumit, aku lalu menghibur diri sendiri, memandangi semburat langit pagi, meresapi titik hujan, menikmati sentuhan rumput, menghirup gambar bunga bunga dan lautan.

tapi negeri ini, kali ini, serius melepaskan aku dari masa lalu. menyisir dengan perlahan kusut kusut pandangan. memijat dengan nyaman emosi emosi. mengelus dengan lembut titik titik luka disini, di hati ini.

: lalu aku kembali ke masa sesungguhnya

benar, jalan hidup takan pernah lurus, kerikil kaca bertaburan, badai angin bertiupan, ombak murka berhantaman, langit tak selamanya penuh cahaya, dan warna bisa saja pudar. tak akan ada kepastian, kecuali kepastian-Nya.

tapi percik perjalanan itu masih indah bersemi di hati, sejuknya, tenangnya, ringannya. tak terganti. dari jendela, aku mengagumi keindahan sebuah negeri di kejauhan, aku mulai tahu pasti kemana harus berjalan
jalan masih panjang,


Rumah, 29 Ramadhan 1432 H