shubuh semakin jauh ketika jam dinding yang ditatap ibu terus bergerak menuju angka tujuh. dan aku dikirimkan sebuah rahasia bahwa ibuku selalu tidak sabar menantikan aku pulang lagi, bahkan satu menit setelah aku melambaikan tangan dari balik kaca mobil untuk pamit. pamit kembali kepada keluargaku yang baru, yang mana tidak ada ibuku lagi di setiap hariku.
bisikan doa doa yang selalu ibu bacakan untukku saat aku mencium punggung tangannya, bayang-bayang air mata yang selalu mengintip saat aku mencium pipi kanan dan kirinya, selalu menghantui ketakutanku kehilangan ibu. dan mmm kini aku secara fisik kehilangan keberadaannya di sisiku.
sebelum menikahi laki-laki yang aku cintai, aku tak pernah menyangka bahwa aku suatu saat akan menukar cinta ibuku dengan cinta dari laki-laki yang saat ini sedemikian tulus menjaga dan melindungi hati dan jiwaku. tapi yah inilah fase hidup yang mungkin ibuku juga merasakannya dulu. ketika ia meninggalkan tanah kelahirannya untuk membersamai langkah ayah dalam merangkai kehidupan yg lebih baik. meskipun untukku, rindu pada ibu tak kan pernah sembuh meski aku mengobatinya setiap bekas jeratnya dalam pelukan ibu sekalipun.
aku hanya bisa memastikan pada ibu, bahwa laki-laki yang saat ini duduk di samping kananku, mengendarai perjalanan kami, menuju sebuah tempat di masa depan yang lebih baik. laki-laki yang akan senantiasa memperlakukan aku dengan cara-cara baik yang diizinkan Tuhan. menuju perwujudan doa-doa ibu tentang masa depan putri kecilnya yang sakinah, mawaddah, rahmah, dan terselamatkan dunia akhirat.
ibu, cintamu tak terganti